Disinilah aku berada, gedung-gedung pencakar langit itu seakan tiang-tiang langit yang lahir dari bawah tanah. Langit biru dalam memori itu muncul kembali dalam realita yang fana. Tak kusangka akan bisa kembali ke kota kelahiranku disaat aku ragu apa aku pernah dilahirkan.
Kota ini memiliki banyak kenangan bagiku walaupun aku selalu berharap supaya aku terlahir lebih awal didunia ini. Di Tahun 2054 ini, seakan tak pernah kubayangkan bisa berada disini, di ruang dan waktu ini, setelah apa yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Hari ini adalah genap 4 tahun setelah terjadinya kejadian itu. Namaku adalah Iliya, nama yang di berikan oleh pemerintah kepada ku, namun diriku yang dulu mungkin telah lama mati. Aku adalah warga sipil sama seperti yang lainnya, paling tidak dulunya, setahuku. Sebelum akhirnya kejadian itu menjadi nyata, tepat dikota ini namun dengan cahaya langit yang begitu suram.
Suasana ramai jalan kota, populasi manusia, manusia biasa di tengah kerumunan masyarakat, tentu sudah biasa. Namun aku bukanlah seorang bagian dari mereka. Benar jika aku bukanlah manusia biasa, bahkan aku ragu apakah aku masih seorang manusia. Matahari pagi perlahan menyinari ku ditengah lalu lalang banyak orang, mengenai kedua lenganku yang terbentuk dari serat buatan. Tiba-tiba saja aku teringat akan sebuah janji . Ah benar juga, dia mungkin sudah menunggu ku sebaiknya aku bergegas.
Aku adalah seorang penegak, satu dari ratusan tiang perdamaian dunia di abad baru ini, perdamaian seperti sekarang, perdamaian yang belum pernah didapat di tahun-tahun sebelumnya.
Kami para penegak menerima beban untuk menangani pekerjaan-pekerjaan kotor dalam mengatasi apa yang di sebut criminal-hazard. Ini adalah zaman yang terbuka dimana tingkat kejahatan tidak lagi diukur dalam ukuran kumpulan, organisasi, partai, negara, kesatuan manusia atau semacamnya melainkan dalam ukuran individual seseorang sehingga sekumpulan criminal-hazard atau penjahat yang terorganisir adalah hal yang jarang ditemui.
Sebagai seorang penegak aku memiliki sebuah sistem kecerdasan buatan untuk mengenali indikator tingkat kejahatan bahkan perilaku seseorang, ketika indikator melebihi batas akan ada eksekusi yang dijalankan bergantung pada tingkat indikator tersebut. Tubuhku 60 persen adalah serat bionic bahkan kedua lenganku dapat menahan beban peluru berkaliber 50mm. Kakiku memiliki 6 buah motor bionic untuk berlari dengan cepat tanpa lelah. Kedua mataku merupakan kamera dengan nano komputer dan di kepala ku tertanam sistem komputer yang menutupi kepalaku yang sebenarnya botak, hebatnya benda seperti penutup kepala ini bisa menumbuhkan, memendekkan dan memanjangkan bahkan mewarnai rambut guna mendukung setiap penyamaran.
Aku berjalan dan berjalan di tengah kerumunan ini, tiba-tiba seseorang berjubah tebal mengenakan sebuah topi menabrak bahu ku.
"Ah, Maaf" sahut nya meminta maaf karena telah menabrakku.
"Tak apa" sahut ku.
Tak lama kemudian, aku kembali termenung dan berjalan seperti sebelumnya.
"Tunit tunit tunit" di tengah lamunan ku tiba-tiba jam tangan digitalku berbunyi keras
Aku menekan tombol di samping jam tangan ku berulang kali.
"Ha? Kenapa ini? Rusak kah?
Aku menekan-nekan tombolnya dengan lebih keras.
sepertinya bunyi itu makin kencang.
"Tunit tunit tunit tunit ... niiiiiiiiiiiiiiiiiit"
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kedua mata ku perlahan terbuka, lampu putih neon dan sinar matahari yang masuk lewat jendela benar-benar membuatku silau. aku terbaring di sebuah kamar
"Dimana gw?Kemana semua orang?Apa yang terjadiiii?" amnesia mode : on.
"Aaah bener juga , ternyata cuma mimpi"
Gw mengecek kedua tangan gw kalau-kalau gw masih mimpi.
"Alhamdulillah, bukan serat bionic" menghela nafas
"Tunit tunit tunit" bunyi itu tak kunjung hilang
"Kemana perginya si HP gw? Ah disitu rupanya..." Alarm berhasil dimatikan. Misi selesai. Oke waktunya tidur lagi.
"Viiiiid... udah banguun? " Tiba-tiba terdengar teriakan seorang penyihir dari nevereverland, sepertinya dari arah dapur.
"Kenapa?"
"Kamu ngga ujian, bukannya hari ini ada ujian negara?" penyihir itu mengeraskan teriakannya. Apa ini? apa nyokap gw sudah level up sehingga teriakannya makin kencang.
"Uji..an?" gumam gw
"Sekarang kan hari minggu.. Udah ah mau tidur, ganggu aja" First hit dari gw.
"Minggu mata mu.. sekarang hari senin" Nyokap gw melakukan counter attack.
"Ha?"
Gw melihat hari dan tanggal di HP gw..sial, udah jam sepuluh
"UUJIIAAANNNNN" critical hit dari hp gw.
Prolog : End, Tiang-tiang IP gw masih belum cukup untuk menopang perdamaian dunia.
tunggu cerita selanjutnya TIIIHIIII :D :D
di tunggu komentarnya :)
CURAHAN ILMU | "Selalu Mengalir Bagaikan Air"
Kamis, 07 Agustus 2014
Dunia Paralel
by Vidiansyah (Khalil Rahman) | 
in coratcoret
at 20.39
Proudly Powered by Blogger.
0 comments: