CURAHAN ILMU | "Selalu Mengalir Bagaikan Air"

Minggu, 13 Oktober 2019

Meningkatkan Nilai Ekonomis Limbah Industri Tapioka

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  11.54







Jual Bibit Bakteri Acetobacter xylinum
Jual Enzim Alfa Amylase, Gluco Amylase, Selulase, Pectinase, Fruktase
Jual Fumula Biomocaf Untuk Mempercepat Proses Fermentasi Tapioka Dan Pembuatan Mocaf
Jual Aspergillus niger

Telp. 087875885444 (Whatsapp)


Tapioka adalah salah satu produk  berbahan baku singkong unggulan Indonesia. Indonesia merupakan salah satu produsen singkong terbesar di dunia. Potensi inilah yang menjadikan Indonesia mampu menjadi penghasil tepung tapioka yang cukup besar yang mampu memenuhi kebutuhan nasional maupun pengekspor tapioka. Dilihat dari aspek pasarnya, tapioka memiliki pangsa pasar sangat tinggi baik domestik maupun manca negara. Tapioka banyak dibutuhkan untuk aneka produk olahan makanan seperti kue, mie, kerupuk, empek-empek, dan lain-lain. Industri olahan pangan tersebut berkembang cukup pesat di Indonesia sehingga kebutuhannya meningkat dari tahun ke tahun. Industri tapioka telah banyak menyerap tenaga kerja cukup besar dan meningkatkan kesejahteraan pada para petani. Industri tapioka cukup berkembang di daerah Jawa dan Sumatra.
Dalam proses pembuatan tapioka memerlukan air untuk memisahkan pati dari serat. Pati yang larut dalam air harus dipisahkan. Akan tetapi, teknologi yang ada saat ini belum mampu memisahkan seluruh pati yang terlarut dalam air sehingga limbah cair yang dilepaskan ke lingkungan masih mengandung pati. Limbah cair akan mengalami dekomposisi secara alami dan menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga dapat mengganggu lingkungan. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur, dan fosfor dari bahan berprotein. Limbah tapioka banyak mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Hal ini yang menyebabkan nilai BOD menjadi tinggi. Selain itu, limbah tapioka juga mengandung asam sianida  (HCN) yang bersifat racun. Sianida adalah senyawa yang sangat beracun, larut dalam air, dan mudah menguap pada suhu kamar. Kandungan asam sianida (HCN) pada limbah tapioka kurang lebih 0,27 mg/L sedangkan baku mutu limbah cair tapioka adalah 0,3 mg/L. Tingginya asam sianida akan menyebabkan terhambatnya degradasi  limbah cair secara alami oleh mikroorganisme.
Limbah cair tapioka tersebut perlu adanya upaya penanganan yang baik bahkan diupayakan bagaimana dihasilkan produk olahan yang memiliki nilai ekonomis yang dapat mampu meningkatkan pendapatan bagi masyarakat. Bebarapa solusi untuk mengatasi limbah cair industri tapioka diantaranya adalah yaitu untuk memproduksi nata de cassava (nata berbahan baku singkong yang dapat digunakan untuk produk minuman kemasan). Limbah cair pada proses perendaman pati ini dapat dijadikan produk nata melalui proses fermentasi dengan menggunakan bakteri Acetobacer xylinum. Umumnya industri tapioka masih membuang limbah cair ini ke sungai atau selokan. Limbah cair tersebut masih mengandung nutrisi yang tinggi khususnya karbohidrat sehingga masih bisa dimanfaatkan.
Jika limbah cair tapioka tersebut tidak dimanfaatkan dan agar tidak mengganggu lingkungan maka limbah cair tersebut diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi baku mutu yang aman jika dibuang ke lingkungan. Salah satu teknologi yang sering digunakan untuk mengolah limbah tapioka menjadi aman untuk dibuang ke lingkungan adalah dengan menggunakan penambahan mikroorganisme yang menguntungkan sehingga mampu mendegradasi limbah organik, seperti senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen. Mikroorganisme ini memanfaatkan bahan organik untuk hidup seperti karbohidrat, protein, lemak, dan mineral lainnya yang ada dalam limbah cair tapioka.
Limbah padatan industri tapioka  yaitu berupa ampas singkong atau sering disebut onggok masih memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi bila ditangani secara baik. Onggok singkong kering halus dihargai kisaran Rp.2000-.  Onggok singkong biasanya dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi atau kambing atau dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk, atau beberapa industri lain seperti campuran saos, dll. Selain itu, onggok juga dapat dimanfaatkan untuk membuat pelet pakan ikan yaitu dengan dilakukan fermentasi terlebih dahulu dengan menggunakan ragi jenis Aspergillus niger untuk meningkatkan kadar proteinnya dan menurunkan kadar serat. Dengan fermentasi menggunakan Aspergillus niger maka akan meningkatkan kadar protein kurang lebih 7%. Supaya onggok dapat bertahan lama, perlu dilakukan proses pengeringan. Pemanfaatan limbah padat tapioka menjadi produk yang bernilai ekonomis merupakan solusi tepat untuk penanganan limbah.

0 comments:

Proudly Powered by Blogger.